Agen Joker123 Terpercaya - Cerita Sex Menyiksa SPG Sombong - Kudekati telinga Vera, dia yang sudah ketakutan padaku, dia berusaha
menjauhkan kepalanya, mungkin dikiranya aku mau menggigit telinganya.
Kubisikkan sesuatu di telinga Vera, Vera, gimana kalau kita ganti
alatnya, sekarang pakai ikat pinggang saja ya, bisikku sambil
menyeringai sadis.
Vera menunjukkan ekspresi terkejut setengah tidak
percaya bahwa dia akan menerima siksaan yang lebih hebat. Ampun..
lepaskan saya.. ibanya meskipun tahu aku tidak akan melepaskannya.
Agen Joker123 Terpercaya - Kubuka
ikat pinggangku yang terbuat dari kulit, kulilitkan sebagian pada
telapak tanganku, Vera melirikku dengan ketakutan yang amat sangat,
nafasnya tersenggalsenggal meskipun dia sudah berusaha sekuat tenaga
untuk mengaturnya. Mungkin dengan mengatur napas dia berharap sabetan
ikat pinggangku tidak akan terlalu sakit. Kuangkat tinggi tanganku dan
kuayunkan dengan keras, Vera memejamkan matanya, saat ikat pinggangku
mendarat di pahanya terdengar meja yang ditiduri Vera agak berderit
karena tubuh Vera secara spontan bergetar keras menahan sakit. Ahh..
ampun.. ampun.. hahh.. hahh.. Vera berkata tersendatsendat. Kali ini
bukan hanya garis merah yang tampak, tetapi semacam jalur merah tercetak
di paha Vera.
Ceplass.. Ceplass.. sabetan ikat pinggangku semakin
liar menghujani tubuh Vera. Vera sudah tidak bisa berkata apaapa lagi,
dia hanya menggeleng ke kiri ke kanan menahan penderitaan yang
kuberikan. Puas dari samping, Bagaimana kalau pukulan yang mengarah
langsung ke liang kewanitaannya? pikirku. Lalu aku mulai menyobek CDnya
dan minta kepada dua temanku untuk melepaskan ikatan kaki Vera dan
mengikatnya kembali pada posisi menekuk ke atas dan mengangkang,
sehingga liang kewanitaannya terbuka lebar. Vera berusaha meronta dan
menutup liang kewanitaannya dengan kakinya, namun ikatan kami cukup erat
sehingga kedua kakinya tidak bisa mengatup. Persis menghadap liang
kewanitaannya, aku mengeluselusnya sambil tersenyum sinis. Vera
mengangkat kepalanya dan menatapku dengan pandangan nanar.
Aku
mulai menjauh, ikat pinggang mulai kuputarputar, lalu.., Ceplass.. ikat
pinggang itu mendarat dengan tepat di bibir liang kewanitaan Vera. Kali
ini Vera merontaronta dengan sangat dan cukup lama, tampaknya dia sangat
kesakitan, kepalanya ditengadahkan ke atas sembari
mengguncangguncangkan pantatnya di atas meja. Aku berjalan ke
sampingnya, Lagi? tanyaku seolah tak menghiraukan penderitaannya. Vera
tidak mengatakan apaapa, kelihatannya dia sudah pasrah. Aku tersenyum
penuh kemenangan, kusentuh bibir liang kewanitaannya yang tentunya masih
pedih, Vera menggelinjang, tak peduli kugesekgesekan jariku di liang
senggamanya, tubuh Vera terus menggelinjang. Sakitt.. sakitt.. gumamnya
lirih.
Seolah tak peduli, kembali aku mengambil dua jepitan, dan
kujepit di kedua bibir liang kewanitaan yang memerah itu. Vera menatapku
dengan pandangan tak percaya akan kesadisanku. Oke, kataku, Tidak ada
lagi pukulan.., Vera diam saja tanpa ekspresi, ..tapi sekarang waktunya
bermain lilin, lanjutku sambil menyunggingkan senyum. Kali ini Vera
menolehkan wajahnya yang layu, berkeringat dan basah karena air matanya.
Bisa kubaca dalam pikirannya, Oh.. apa lagi yang akan diperbuatnya pada
tubuhku.. malangnya nasibku..
Memang di kamar Aguk ada beberapa
lilin untuk jagajaga jika lampu mati, ada yang kecil dan ada juga yang
besar supaya awet. Kuambil Zippoku, kunyalakan satu lilin yang kecil.
Lidah api menari berputarputar melelehkan batang lilin yang menahannya.
Menembus lidah api itu, kulihat pandangan Vera yang berharap aku hanya
bercanda. Kujawab dengan pandangan juga yang menyatakan bahwa aku
serius. Segera lilin yang kupegang kumiringkan di atas payudara Vera.
Kulihat ekspresi Vera yang memandang lekat batang lilin yang terkena
nyala api, pandangannya seolah berharap agar lilin tersebut tidak
meleleh atau apinya tibatiba mati. Tapi tentu saja itu tidak terjadi,
yang terjadi adalah tetesan pertama jatuh dan menetes di atas puting
susu Vera sebelah kanan.
Hhh.. Vera mendesah, punggungnya terlihat
bergerak ke atas menahan panas lilin yang meleleh. Tetesan demi tetesan
bergerak jatuh, dan Vera terlihat semakin kesakitan karena tetesan
tersebut jatuh di tempat bekas pecut dan sabetan ikat pinggangku tadi.
Tibatiba temantemanku ikut bergabung, mereka semua memegang lilin bahkan
tidak hanya satu tapi tiga atau empat sekaligus. Mereka dengan gembira
meneteskan ke bagianbagian sensitif Vera, seperti buah dada, pusar,
sekitar liang kewanitaan dan paha. Kali ini Vera seperti ular kepanasan,
dia meliukliukkan tubuhnya menahan panas tetesan lilin.
Seperti
biasa, setelah puas pada bagian tubuh Vera, aku pun mengambil sebuah
lilin dengan diameter yang besar dan menyalakannya. Setelah menunggu
agak lama supaya lelehan lilin cukup banyak di atas lilin itu, aku
kembali mengeluselus liang kewanitaan Vera. Vera langsung berkata,
Tidakk.. jangan.. jangan Mas.., aku pun tersenyum penuh nafsu mendengar
nada yang memelas itu. Tapi tetap saja lilin yang besar itu kumiringkan
di atas liang kewanitaan Vera, Vera berusaha mengelak dengan menggeser
pantatnya, Pintar juga dia, pikirku, tapi karena lelehan lilin ini masih
banyak, dengan leluasa aku menaburkan tetesantetesannya ke liang
kewanitaannya. Tak ayal bagaikan lahar panas tetesan tersebut mengalir
ke liang kewanitaan Vera dan mungkin ke dalamnya.
Errgghh.. gumam
Vera, dia langsung menggoyanggoyangkan pantatnya dan menengadahkan
kepalanya menahan panas dan sakit, dengan mulutnya yang menggigit rapat
dan matanya terpejam erat. Kemudian kucoba untuk memasukkan sebuah lilin
kecil ke anusnya, sulit sekali karena anusnya begitu rapat, aku
memasukkan jariku terlebih dahulu dan menggesekgeseknya agar anusnya
membesar. Aduh.. aduh.. ucap Vera, tapi aku tidak peduli, setelah
anusnya membesar mulai kutancapkan sebuah lilin di anusnya. Dan ide
cemerlangku muncul lagi, kunyalakan lilin yang menancap itu dan setelah
cukup lama, kutiup apinya dan kubalik, jadi yang menancap adalah bagian
yang barusan menyala. Jess.. bunyi panas lilin bercampur dengan cairan
yang keluar dari anus Vera. Tentu saja Vera menggeliat kesakitan,
pantatnya dibenturbenturkannya ke meja seakan ingin melepaskan lilin
yang menancap di anusnya. Aku tersenyum senang sambil kumasukkeluarkan
lilin tadi di anus Vera.
Karena sudah puas menyiksa Vera, aku
kasih kesempatan kepada temantemanku untuk menyetubuhinya. Temantemanku
begitu gembira, mereka langsung beraksi, sementara aku melihat
pertunjukkan ini dengan kepuasan total. Mereka melepas ikatan Vera yang
sudah tidak berdaya itu, lalu tubuhnya dibalik dan pantatnya ditarik ke
atas sehingga dalam posisi menungging. Aku melihat Vera diam saja,
mungkin dia sudah capai dan pasrah serta tidak punya harapan hidup lagi.
Wajahnya yang cantik terlihat sangat lesu dan seolaholah siap
diperlakukan apa saja. Dodot dengan tubuhnya yang besar mulai membuka
celana dan melakukan penetrasi, langsung sodomi. Vera membelalak tak
menyangka bahwa ada benda sebesar itu yang harus masuk ke anusnya. Belum
selesai dia menikmati penderitaan karena ulah Dodot, Aguk langsung
menyelinap ke bawah tubuh Vera dan berusaha memasukkan batang
kemaluannya ke liang kewanitaan Vera.
Vera melolong kesakitan
karena anus dan liang kewanitaannya yang sudah lecet dan perih terkena
sabetan ikat pinggang dan tetesan lilin, masih harus bergesekan dengan
batang kemaluan temantemanku. Tubuhnya terguncang ke depan berulangulang
setiap kali Dodot dan Aguk menghunjamkan batang kemaluannya.
Payudaranya berguncang keras persis di atas wajah Aguk yang dengan penuh
nafsu meremas sekuatnya. Masih tersiksa dengan keadaan begitu, Bimo
mengeluarkan kepunyaannya dan minta dikaraoke oleh Vera. Rintihan Vera
menjadi tersendatsendat karena tersedak dan batuk, Bimo bukannya kasihan
malahan dia semakin terangsang sehingga dia menghunjamkan batang
kemaluannya ke mulut dan tenggorokan Vera berulangulang.
Aku
tersenyum saja melihat kelakuan temantemanku yang brutal, lalu kudekati
Vera sambil berkata, Vera.. punggungmu masih mulus lho.. aku cambuk ya..
Karena tidak mungkin menggunakan pecut dan ikat pinggang sebab bisa
mengenai Aguk yang berada di bawah tubuh Vera, maka aku menggunakan
rotan yang tadi sebagai pegangan untuk pecut, rotan ini ujungnya memecah
sehingga sangat cocok untuk menimbulkan rasa sakit.
Segera kuraih
rotan itu dan kupukulkan berulangulang ke punggung Vera. Tubuh Vera
terlihat menggelinjang dan menggeliat seiring dengan hujamanhujaman yang
diberikan oleh Dodot, Aguk dan Bimo serta siksaan cambukan rotan
dariku. Dodot yang melihat punggung Vera terkena pukulan rotanku sangat
terangsang dan segera memuntahkan maninya ke liang dubur Vera, lalu dia
pun mencabut batang kemaluannya. Karena pantatnya kosong, atau tidak ada
orang, aku pun dengan leluasa memukul pantatnya dengan rotan. Kulihat
Vera sangat menderita, pantat yang baru saja dimasuki paksa oleh Dodot
masih harus menerima siksaan rotanku.
Giliran Bimo yang ejakulasi,
maninya langsung menyemprot ke tenggorokan Vera, membuatnya menjadi
sulit bernafas dan seperti mau muntah. Melihat begitu semakin keras
kupukulkan rotan ke pantatnya, bahkan ke belahan pantatnya. Tibatiba
Vera lunglai, kelihatannya dia tak tahan lagi menerima siksaan kami, dia
pingsan. Aguk yang belum selesai masih terus melakukan aksinya,
sehingga tubuh Vera yang pingsan itu terguncangguncang ke sana ke mari,
akhirnya Aguk pun mencapai puncaknya dan menyemprotkan air maninya di
dalam liang kewanitaan Vera yang masih pingsan. Aku sendiri sudah merasa
puas dengan balas dendamku ini. Kami berempat tertawa dan puas.
Kami
lalu membawa tubuh Vera untuk dibuang, sebetulnya kami ingin
menyimpannya untuk kenikmatan seharihari tetapi terlalu beresiko.
Akhirnya tubuh Vera kami lempar di depan plaza tempat dia bekerja. Aku
tersenyum puas karena sudah memberi pelajaran kepada SPG yang sombong
itu, tapi dalam hati aku merasa ketagihan untuk menyiksa SPG yang lain,
kusampaikan ini ke temantemanku dan mereka semuanya setuju untuk suatu
waktu menculik dan menyiksa SPG yang lain.


Komentar
Posting Komentar