Agen Joker123 Online - Cerita Sex Di Goyang Kakak Kelas SMA - Namaku Putri Davina, namun teman-teman biasa memanggilku Putri. Kisah
ini dimulai ketika aku masuk masa SMA. Aku masuk SMA di umur yang masih
sangat belia, sekitar 14 tahun, namun tubuhku sudah bongsor. Aku
berparas lumayan cantik; kulit putih, rambut keriting, badan tinggi,
dengan payudara yang cukup kencang dan bibir tebal seksi seperti
Angelina Jolie.
Agen Joker123 Online - Cerita ini dimulai ketika sekolahku sedang
mengadakan acara festival. Layaknya festival biasa, pasti banyak
kerumunan muda-mudi yang bersorak-sorai melihat pertunjukan. Begitu juga
denganku, bersama teman-teman sekelas, aku menikmati acaranya. Mataku
terus tertuju ke panggung hiburan sampai ketika pasukan Paskibra
berjalan berombongan memasuki lapangan sekolah.
Aku langsung
berpaling, mataku tertuju pada seorang kakak kelas yang berada di
barisan paling depan diantara mereka. Dia ganteng, putih, tinggi,
pokoknya cowok idola sekolah banget deh. Hatiku langsung berdesir saat
melihatnya. Aku segera bertanya pada Sari, teman sebangkuku. “Siapa
namanya, Sar?”
“Kak Taufik,” jawab Sari sambil tersenyum penuh arti, tahu kalau aku telah jatuh cinta.
Sejak
itu, secara diam-diam aku menaruh perasaan terhadap kakak kelas
misterius tapi ganteng yang bernama kak Taufik. Semua akun jejaring
sosialnya aku add, follow, dan invite. Pokoknya semua tentang dia aku
cari tahu seluk beluknya. Dan ketika tiba hari ulang tahunnya, aku
mencoba memberi hadiah, namun aku bingung. Bagaimana bisa aku memberinya
hadiah sedangkan kak Taufik sendiri sama sekali tidak mengenalku.
Untunglah
ada Gilang, temanku yang juga anak Paskib. Dia mencoba membantu dengan
memberi tahu bahwa pulang sekolah nanti mereka ada latihan Paskibra.
“Kamu bisa menemuinya saat itu.” kata Gilang. Akupun mengangguk, dan
dengan hati deg-degan menunggu tanpa bosan untuk menyampaikan hadiahku
pada kak Taufik.
Ketika latihan selesai, Gilang memanggilku. “Taufik menunggumu di kelasnya, di lantai dua.” katanya.
Aku
sangat gugup, tak tahu harus senang atau malu, atau apapun. Namun
karena sudah kepalang tanggung, kubulatkan tekadku untuk menemuinya.
Setelah mengucapkan terima kasih pada Gilang, kudatangi kak Taufik di
kelasnya untuk memberikan hadiahku. Aku sangat nervous sekali,
bagaimanapun orang yang akan kutemui ini adalah orang sudah mencuri
hatiku.
Setiba di atas, kak Taufik sudah menungguku. Tepat seperti
yang dikatakan Gilang, ia berdiri di depan kelas seorang diri. Kak
Taufik segera menyapa saat melihat kedatanganku. “Lo Putri ya?” katanya.
“Iya, kak. Kok kakak tau?” aku bertanya dengan muka bersemu merah, merasa bangga karena ia mengetahui namaku.
“Oh, tadi si Gilang kasih tau, katanya ada yang mau kenalan dan kasih hadiah.” jawabnya ramah.
“Oh,
gitu ya, kak? Ya udah, nih kak hadiahnya. Makasih udah mau nerima dan
menungguku.” Segera kuberikan kado di tanganku dan langsung berlalu
tanpa sempat menatapnya.
Namun dia memanggilku kembali. “Putri, tunggu dulu, mau kemana sih?”
“Ada apa, kak?” aku berbalik.
“Ini
buat kamu.” Secara mengejutkan, dia memberiku undangan untuk datang ke
acara ulang tahunnya. “Dateng ya, dress codenya merah ya?”
Akupun
terdiam sejenak, tidak tahu harus berkata. Ini benar-benar suatu kejutan
buatku. Bayangkan, orang yang kukagumi, mengundangku untuk datang ke
acara ultahnya, padahal sebelumnya ia tidak mengenalku sama sekali.
Suatu lompatan hubungan yang sangat besar. Begitu tercengangnya aku
hingga terus diam saat melihatnya pergi. Kubiarkan kak Taufik berlalu
begitu saja tanpa mengucapkan terima kasih atau apapun. Ah, dasar bodoh.
Setelah
tersadar kembali, dengan hati berbunga-bunga, kuhampiri Gilang yang
setia menunggu di depan kantin. “Gilang, aku diundang ke acara ulang
tahunnya nih. Tapi aku gak ada temennya dan gak tau harus menggunakan
apa?!”
Gilang tersenyum. “Aku juga diundang kok. Bareng aku aja.
Aku ada kok dress yang sesuai untuk kamu. Nanti kamu pulang dulu ya,
setelah itu kamu ke rumah aku.”
“Oke deh, Gilang. Trims ya, kalo
gitu aku pulang dulu, sampai ketemu nanti.” Akupun pulang dengan
perasaan yang campur aduk; antara senang, terkejut, gugup, tapi juga
gembira.
Ketika sampai di rumah, tidak kujumpai satu orang pun,
termasuk ibuku. Rumah sunyi dan sepi. Akhirnya dengan terpaksa aku minta
izin kepada ibuku melalui telepon. “Bu, Putri nanti malem izin ke acara
ulang tahun teman ya?”
“Teman mana? SMA?” tanya ibuku yang ternyata lagi bertandang ke rumah kerabat.
“Iya, bu, diundang nih.” jawabku.
“Wah, hebat kamu sudah punya teman. Ya udah, asal jangan terlalu larut ya pulangnya?” pesan ibuku.
“Iya kok, bu.” aku menyanggupi. “Nanti aku minta jemput sama Aa’ kalo udah selesai.”
“Oke deh, hati hati ya, bye.”
“Bye,”
Telepon
pun kumatikan dan aku bergegas mandi. Setelah mandi, dengan hanya
berbalut handuk, aku menuju kamar untuk berganti pakaian. Kulepaskan
handuk yang melilit di tubuhku tanpa merasa curiga diintip atau dipergok
orang lain. Aku memandangi tubuhku yang mulai tumbuh ini di depan
cermin di kamarku yang lumayan besar. Kuperhatikan payudaraku mulai
berbentuk; bulat dan agak besar dengan puting mungil berwarna coklat
kemerahan. Bulu kemaluanku juga mulai ada sedikit, sudah terlihat agak
hitam meski tidak terlalu lebat. Namun yang aku heran, kenapa bokongku
ini besar sekali ya? Siapa pun pasti suka kalau disuruh untuk mengusap
dan memegangnya, aku yakin itu!
Setelah selesai bercermin, aku
langsung memakai baju seadanya dan bergegas pergi ke rumah Gilang. Sore
itu aku hanya memaki tanktop hitam dan hotpants mini bewarna coklat
serta membawa tas kecil untuk menaruh dompet dan handphone. Aku naik
taksi yang sudah menjadi langganan.
Setiba di rumah Gilang, “Yah
ampun, Putri, ternyata lo cantik juga ya?! Hahaha,” kata Gilang
memujiku. Aku cuma tertawa menanggapinya, tawa kami terdengar begitu
keras. “Ayo sini masuk, udah gue siapin dress lo nih di kamar.” ajaknya.
Akupun
memasuki kamar Gilang yang luas dan rapi itu. Langsung kucoba dress
warna merah pemberiannya. “Lang, apa ini gak terlalu pendek? Pahaku
keliatan banget!” kataku memperhatikan bawahannya yang jauh diatas
dengkul, hingga mengekspos dengan jelas belahan pahaku yang jenjang dan
putih mulus.
“Enggak kok, ini kan sama aja kaya hotpants yang lo pake.” katanya sambil senyum.
“Oh, iya sih.” benar apa katanya, akupun jadi tidak merasa risih lagi. “Oke deh. Makasih, Gilang.”
Kamipun
berangkat dengan mobil Gilang dan tiba di rumah kak Taufik tepat saat
acara mau dimulai. Kebanyakan yang hadir adalah kakak kelas yang hanya
kukenal wajahnya saja, namun ada juga teman seangkatanku yang diundang.
Di dalam, ternyata party itu seperti party yang biasa dilakukan di
Western; minuman, musik, dan sex ada disana. Akupun menaruh kado di
tempat yang disediakan, dan tak jauh dari situ kulihat pemuda tampan
pujaanku menghampiriku dengan blazer abu-abunya yang disetrika rapi. Kak
Taufik menyapaku ramah. “Hey, Putri. Dateng juga lo, kirain gak
dateng.”
“Aku pasti dateng, Kak. Buat kakak, apa sih yang enggak?!” jawabku malu-malu.
“Haha, makasih ya. Trims juga buat kadonya. Mau diambilin minum ga?” tawarnya.
Akupun
hanya menjawab mau dan menunggu sebentar. Sementara Gilang sudah tidak
tahu berada dimana. Dia hilang diantara kerumunan anak yang semakin
banyak saja.
“Nih minumnya,” kak Taufik memberikan segelas minuman kepadaku.
Akupun
langsung meminumnya tanpa bertanya terlebih dahulu. Dan setelah
kucicipi, ternyata rasanya manis getir. Raut wajahkupun langsung berubah
menjadi agak aneh.
“Haha, ini wine, Putri. Masa gak tau sih?” godanya sambil tertawa.
“Tau kok, cuma gak pernah minum.” aku menjawab.
“Oh,
begitu toh. Ya udah, yuk ikut kakak, sekalian kita cari Gilang dan
teman-temanmu.” Dia langsung menarik tanganku ke tengah kerumunan dan
membawaku ke suatu tempat khusus dimana disitu ada Gilang dan beberapa
temanku.
Kami pun segera terlibat dalam obrolan yang hangat dan
akrab. Di luar dugaan, kak Taufik ternyata enak diajak ngobrol. Aku suka
berbincang dengannya. Kami terus berbincang dan bercanda sambil minum
dan mengikuti hentakan musik. Aku pun sudah tak tahu berapa banyak wine
yang kuhabiskan sampai tak sadar kalau kadang aku jadi sering
mengeluarkan kata-kata vulgar.
Melihat kondisiku seperti itu,
Gilang langsung menarikku keluar. Akupun mengikutinya. “Ken, lo mabuk?
Aduh, bakal ribet nih gue.” kata Gilang panik.
“Enggak kok, gue nggak mabuk, cuma sedikit pusing aja.” jawabku lemas.
“Ya udah deh, ayo pulang, udah larut nih.” Gilang menarik tanganku.
“Tapi kan gue belum ngobrol banyak sama kak Taufik.” kutolak ajakannya.
“Ya udah deh, sebentar aja lagi ya?” Gilang melepaskan tanganku.
Kamipun
kembali ke tempat semula dan kembali minum wine yang ada disitu. Disaat
aku menjadi semakin mabuk dan lepas kendali, tiba-tiba kak Taufik
mengajakku ke lantai dansa. Akupun mengikutinya dan mulai menggerakkan
tubuhku seadanya, sedangkan Gilang hanya memperhatikanku sahabatnya yang
sedang mabuk ini sambil geleng-geleng kepala. Tanpa kusadari, kak
Taufik menarik tanganku dan membimbingku untuk naik ke lantai dua
rumahnya. Aku sebenarnya ingin menolak, tapi saat dia bilang ingin
mengatakan sesuatu kepadaku, akupun menyerah. Apakah dia kan
menembakku?! Harapku dalam hati.
Aku yang sudah mabuk dibopongnya
menuju lantai dua. Disana, aku dimasukkan ke sebuah kamar dan
dibaringkan ke ranjang empuk yang luas dan besar dengan kondisi tubuh
setengah sadar. Kak Taufik meninggalkanku sebentar, entah dia pergi
kemana. Akupun seperti tertidur, namun tubuhku terasa panas dan gerah.
Ingin sekali kubuka dressku ini, tapi untung akal sehatku masih bisa
menahannya. Tak berapa lama kemudian, kak Taufik kembali masuk ke kamar
dan mengunci pintunya.
“Kakak mau ngomong apa? Kok aku dibawa kesini?” ucapku setengah sadar.
Tanpa
babibu, tiba-tiba kak Taufik menaiki tubuhku dan memandangi mata
sayuku. Entah siapa yang memulai, bibir kami berdekatan dan dia mulai
melumat bibirku. Aku yang sudah pengalaman kissing dengan mantan, tidak
kaku mengimbanginya. Kutanggapi serangannya dengan memeluk leher dan
melumat bibirnya begitu rakus. Kami berfrenc-kiss ria selama kurang
lebih sepuluh, sebelum kak Taufik mulai menurunkan kepalanya untuk
mengendus dan menciumi leherku.
“Hhhh… Kak! Jangan disitu! Achh…
nanti ada… achhh! …bekasnya!” jeritku, namun kak Taufik tidak
menghiraukannya. Ia memegang tanganku dengan kedua tangannya dan
melebarkannya ke samping. Dia menatapku sangat dalam untuk meyakinkan
diriku bahwa malam ini aku adalah miliknya. Aku yang setengah sadar
hanya pasrah atas apa yang akan terjadi. Kak Taufik mulai menciumiku
lagi dan kali ini leherku yang jadi sasarannya.
“Ahhh… kak! Aachhh!” aku makin merintih.
Dia
terus menciumi sambil menggigit kecil kulit leherku hingga meninggalkan
bekas merah dimana-mana. Setelah puas, dan leherku sudah basah oleh air
liurnya, mulutnya mulai turun ke arah gundukan payudaraku. Aku hanya
bisa meremas sprei dan menggelinjang kuat ketika mulutnya menyentuh
kulit payudaraku yang masih tertutup dress merah. Pelan kak Taufik
meraih pundakku dan menurunkan dressku sampai perut. Terpampanglah
bongkahan buah dadaku yang meski masih tertutup BH, tapi cukup kelihatan
montok dan besar.
Sambil tetap menciuminya, kak Taufik mulai
memegang dan meremas-remasnya dari luar BH. Ia juga berusaha untuk
menyusupkan jari ke dalam cup behaku untuk menjepit dan memilin-milin
putingku yang terasa mulai menegang akibat ulahnya. Setelah agak lama,
dan putingku makin terasa kaku dan kenyal, akhirnya kak Taufik berusaha
membuka pengait braku, ia rupanya tak sabar untuk melihat kemontokan
buah dadaku secara langsung.
“Hmm, indah sekali, Putri.” Gumamnya
sambil mulai menyusu kembali saat braku sudah terlempar ke lantai.
Mukanya kini terbenam diantara bongkahan payudaraku, menekan dan
menggesek kuat disana, sesekali juga mencucup dan mengulum putingnya
hingga membuatku kelojotan keenakan.
“Achh… Kak! Sudah, Kak!”
jeritku pilu. Aku mencoba melawan birahiku ini, namun apa daya, aku
dalam keadaan setengah mabuk. Lagipula, rangsangan kak Taufik juga
kurasa begitu nikmat hingga membuatku makin merintih dan menggelinjang.
Setelah
puas bermain dengan payudaraku, dia mulai melucuti semua pakaianku.
Kemudian disusul dengan pakaiannya saat aku sudah terbaring telanjang
bulat di depannya. Ada rasa malu bugil untuk pertama kalinya di depan
laki-laki, tapi melihat kak Taufik yang sepertinya sangat
menginginkanku, akupun jadi pasrah saja. Dia mulai mengambil posisi
untuk menyetubuhiku, kak Taufik memegang kedua pahaku dan membukanya
lebar-lebar. Tak berkedip ia menatap vaginaku yang masih perawan. Pasti
ia bingung mencari lubangnya yang mungil.
“Putri,” desah kak
Taufik sambil mulai menindih tubuhku. Sebelumnya ia sudah meludahi ujung
penisnya yang tidak begitu besar untuk memperlancar saat menerobos
masuk ke dalam lubangku nanti.
Aku berjengit saat kurasakan ada
benda tumpul padat menyentuh bibir vaginaku. “K-kak, jangan! Please!”
pintaku setengah sadar. Namun dia tetap mencoba, kak Taufik memajukan
pinggulnya dan, “Hnghhhh!!!” aku melenguh saat kepala penisnya mulai
menyelinap ke dalam vaginaku.
“Tahan, Putri!” kak Taufik menariknya sedikit, lalu mencoba untuk mendorong lagi, kali ini sedikit lebih keras dan memaksa.
“Ahhhhhh!!!” aku menjerit kesakitan saat batang penisnya menusuk tajam dan terbenam hingga hampir separuhnya.
Mendengar
jeritanku, kak Taufik menariknya lagi. Aku sedikit lega, kukira dia
akan berhenti. Tapi rasa legaku itu langsung berubah menjadi jeritan
panjang saat kak Taufik mendorongnya lagi dengan hentakan kuat yang
keras dan dalam. “AAHHHHHHHH!!!” Benda panjang itu berhasil merebut
keperawananku! Selaput daraku robek olehnya, saat penis itu membelah dan
mengisi relung vaginaku hingga mentok sampai ke dasar.
“Ughhh…
Putri!” kak Taufik melenguh keenakan, sementara tanpa kusadari air
mataku menetes keluar, mengalir pelan di pipi mulusku. Kak Taufik segera
mengusapnya dan mencium bibirku dengan penuh kemesraan. “Kakak sayang
kok sama Putri. Tenang aja, kakak nggak akan tinggalin kamu.” katanya.
Akupun hanya bisa tersenyum haru mendengarnya.
Setelah
penis tersebut terdiam cukup lama, menanti dinding-dinding vaginaku
agar terbiasa menerima kehadirannya, kak Taufik pun mulai
menggerakkannya maju mundur. Dengan menarik-dorong pinggulnya, ia mulai
menyetubuhiku.
“Nghhhhh… Kak!!” awalnya memang sangat sakit. Tapi
setelah beberapa menit berlalu, rasa sakit itu perlahan menghilang, dan
digantikan dengan rasa geli dan nikmat yang amat sangat. Aku pun mulai
mendesah keenakan saat penis kak Taufik bergerak semakin cepat, rupanya
ia sedikit menaikkan tempo kocokannya.
“Ahhh… ahhh… ahhh… kak!” ceracau mulutku tanpa henti.
“Hmmm!
Hmmpph!” kak Taufik segera menyumbatnya dengan ciumannya yang hangat
dan mesra. Kamipun saling mendesah dengan bibir saling menempel erat.
Kak Taufik terus menggerakkan pinggulnya, menyetubuhiku, hingga membuat
permainan menjadi semakin liar dan panas.
Tapi tak lama kemudian
ia berhenti. Kukira dia sudah keluar, tapi ternyata belum. Saat aku
sudah ingin bertanya, kak Taufik tiba-tiba mengangkat tubuhku dan
menaruhnya di atas pangkuan. Ia melakukannya dengan penis masih berada
di dalam vaginaku, menancap tajam disana. “Oughhhh… Kak!!” tentu saja
aku langsung melenguh dengan perbuatannya. Enak sekali, penisnya seperti
menusuk dan mengaduk-aduk liang vaginaku.
Setelah posisi ini
sudah siap, sambil melumat bibirku, ia kembali menghentakan pinggulnya
kuat-kuat ke atas. “Mppmhh… ahh… kak! Aahhhh…” akupun kembali merintih
dan menggeliat. Dengan posisi seperti ini -aku menduduki penisnya-
membuatku makin terangsang dan bergairah. Tanpa sadar, aku mulai menaik
turunkan tubuhku untuk mengimbangi genjotan pinggulnya.
“Ahhh…
yes, baby, like this!!” ucap kak Taufik sambil meremas-remas bulatan
pantatku. Ia juga menyusu di putingku, menghisapnya bergantian sambil
sesekali menggigit dan menariknya dengan menggunakan gigi.
Setelah
lima menit bercinta dengan posisi seperti itu, kak Taufik tiba-tiba
merebahkan tubuhnya dan berbaring telentang. Sementara aku masih
menindih dan menunggangi batang penisnya. Aku mengerti apa yang ia
inginkan, jadi mulai kugenjot tubuh mulusku naik turun di atas
pinggangnya. Kuhentak keras penisnya agar masuk semakin dalam ke lorong
vaginaku.
Tapi posisi seperti itu justru membuatku merintih kesakitan. Akupun mengaduh, “Ahhhh… kak, perih! Aku capek,”
“Sabar, nanti juga enak kok.” sahut kak Taufik sabar.
“Tapi, ahh… kak, aku… ahh… perih!” rintihku tak tahan.
“Goyangin aja terus, nanti juga enak.”
Akupun
mengikuti sarannya, dan ternyata benar! Rasa sakitku perlahan
menghilang, dan rasa nikmat yang tadi kurasakan perlahan kembali.
Gerakanku pun menjadi semakin liar. “Ahh… ahh… ahh… ahh…” desahku
putus-putus.
“Yes, baby, faster! Faster! Shake your body! Shake
your body!!” ceracau kak Taufik sambil memejamkan mata. Tangannya yang
hinggap di pantatku terus meremas-remas pelan.
Disaat aku sudah
mulai bisa menikmati, kak Taufik tiba-tiba bangun dan mendorongku hingga
kembali ke posisi semula; aku dibawah sementara dia di atas, dengan
alat kelamin kelamin kami masih tetap terpaut kuat. Dengan posisi
seperti itu, aku ditumbuknya dengan keras dan cepat. “Ahh… kak,
pelan-pelan! Aahh…” pintaku.
Namun kak Taufik tidak
menghiraukannya, ia tetap menggenjotku dengan penuh semangat. Tanpa
kusadari, kakiku melingkar dan mengikat di pinggangnya. Kukunci dia
rapat-rapat hingga kurasakan kepala penisnya membentur keras dinding
rahimku. “Ahhh… kak, harder! Harder!” aku meminta.
“Yes, baby. I will fuck you harder!” sahut kak Taufik, ia semakin mempercepat temponya hingga membuatku semakin tidak karuan.
“Yes,
I like this! Like this! Aahh…” Kurasakan dinding vaginaku mulai
berdenyut-denyut kencang, tanda akan menyembur sebentar lagi. Begitu
juga dengan penis kak Taufik, kurasakan benda itu menjadi semakin keras
dan membengkak.
“Kyaaaaaaaa!!! AAHHHHHHHHH…!!!” kamipun menjerit
panjang berbarengan tanda kami berdua orgasme secara bersamaan.
Kurasakan air mani kak Taufik tumpah ruah di lorong vaginaku, dan
kusambut dengan semburan cairan cintaku yang tidak kalah banyak. Kami
saling menatap dan saling mencium dalam diam.
“Makasih ya, Putri.” kata kak Taufik mesra.
“Iya, Kak, makasih juga udah jadi yang pertama buatku.” sahutku.
Diapun
mencium keningku dan menarik tubuhnya. Kuperhatikan penisnya sudah
mengkerut dan agak melemas, benda itu begitu basah dan mengkilat. Ada
noda darah di sepanjang batangnya yang menghitam, noda darah
keperawananku!! Tapi aku sama sekali tidak menyesal memberikannya.
Setelah membersihkan diri dan berpakaian, kami pun turun bersama-sama
untuk kembali ke acara pesta.
Setelah peristiwa di acara ulang
tahun kak Taufik hidupku mulai banyak berubah. Aku jadi sering melakukan
seks dengan kak Taufik, dimanapun dan kapanpun ketika kami saling
membutuhkan. Meskipun dia belum memintaku untuk menjadi kekasihnya,
namun aku rela untuk bercinta dengannya.
Hingga pada suatu hari,
aku bertemu dengannya di kantin sekolah. Dia berkata sambil berbisik,
“Nanti pulang sekolah bareng kakak aja ya? Ada yang mau diomongin.”
Akupun membalas dengan berbisik pula. “Yakin cuma diomongin doang, kak? Enggak dilakuin?” ledekku sambil tertawa.
“Yah itu sih liat nanti. Ya udah, pokoknya nanti kakak tunggu di depan gerbang ya,”
“Oke deh, kak.” balasku.
***
Bel
pulang sekolah berbunyi. Aku pun segera merapikan bukuku dan
memasukannya ke dalam tas. Setelah semua rapi, kelas pun disiapkan untuk
pulang dan akupun keluar.
“Ken, mau kemana lo? Kok buru-buru banget?” tanya teman baikku, si Gilang.
“Biasa, ada kakak senior yang nungguin.” balasku sambil senyum.
“Cie, yang mau ngedate. Ya udah deh, semoga sukses ngedatenya.”
Akupun
hanya tersenyum dan berlalu meninggalkan Gilang menuju gerbang sekolah.
Di depan gerbang, kulihat honda Jazz merah milik kak Taufik terparkir
dengan pintu terbuka. Dia berdiri di sebelahnya, tersenyum saat melihat
kedatanganku.
“Udah lama ya, kak? Maaf ya,” aku menyapanya.
“Oh, engga kok. Gue juga baru keluar.”
“Kita mau kemana, kak?” tanyaku.
“Udah, ikut aja dulu. Gak dicariin sama bonyok kan?” dia bertanya.
“Enggak kok, kak.” jawabku.
Lalu
kamipun memasuki Jazz merah tersebut dan meluncur menuju daerah Kelapa
Gading. Di dalam mobil, kak Taufik mengajakku ngobrol sambil sesekali
mencuri-curi pandang ke arah belahan paha dan baju seragamku. Maklum
saat itu aku memakai rok diatas lutut dan baju seragam dengan dua
kancing terbuka lebar, menampakkan sedikit tonjolan buah dadaku. Untuk
daleman, aku hanya memakai bra dan cd warna hitam saja, itupun sangat
mini hingga aku yakin kak Taufik pasti menyukainya.
Ketika sampai
di basement sebuah mall, kak Taufik bilang kalo dia ingin mengajakku
nonton bioskop. Aku sih ayo-ayo aja, kapan lagi coba nonton sama orang
yang aku suka. Bergandengan tangan, kamipun menuju bioskop dan mengantri
karcis sebentar. Kami memilih nonton film superhero. Jujur saja, aku
lebih suka melihat film action daripada drama. Kamipun masuk menuju
studio film begitu pintunya dibuka. Kami mendapat seat paling belakang.
Suasana saat itu sangat sepi karena memang hari kerja dan sekolah. Di
deret belakang, hanya ada kami berdua yang menempati.
Film pun
mulai diputar. Awal-awal kami menonton dengan serius, sama sekali tidak
berbicara, asyik berkonsentrasi dengan cerita film. Aku sempat heran
juga, tumben kak Taufik jadi pendiam, biasanya dia langsung menyerbuku
begitu ada kesempatan. Apakah filmnya memang begitu bagus hingga membuat
kak Taufik sampai terpukau?
Namun ternyata dugaanku salah! Baru
10 menit film berjalan, kak Taufik sudah mulai berani memegang pahaku.
Akupun hanya diam saja dan melanjutkan menonton, dia sudah biasa
melakukan itu. Dari sekedar mengusap, kak Taufik melanjutkan dengan
memasukkan tangan ke dalam rokku. Untuk yang satu ini, aku sedikit
kaget, tapi tetap tidak menolak. Kurasakan tangannya mulai
mengorek-ngorek isi di dalam rokku. Risih juga sih, namun tetap
membiarkannya. Bahkan saat tangan kirinya mulai meremas-remas buah
dadaku, aku juga hanya bisa memandanginya penuh nafsu.
Kak Taufik
terus merangsang dua bagian sensitifku sepanjang film. Yang kanan
menusuk-nusuk vaginaku, sementara yang kiri meremas dan menarik
putingku. Diperlakukan seperti itu membuatku jadi tak tahan lagi. Akupun
berbisik kepadanya. “Jangan disini, kak. Aku takut ketahuan.”
Kak
Taufik pun berhenti melakukannya dan langsung mengajakku keluar studio.
”Kita kemana, Kak?” tanyaku sambil mengikuti langkahnya. Ternyata dia
mengajakku ke kamar mandi cewek, kami masuk ke salah satu bilik toilet
dan menguncinya dari dalam.
“Kak, kok malah disini? Nanti ketahuan gimana?” tanyaku bimbang.
Tidak
menjawab, kak Taufik malah langsung mencium bibir dan memeluk tubuhku.
Akupun langsung terdiam, kuikuti saja kemauannya. Kami sudah sama-sama
terangsang dan bergairah. Dengan cepat kami saling mengikat lidah,
bertukar bibir dan air liur dengan sepenuh hasrat dan gairah. Kak Taufik
membuka kancing seragamku dengan cepat dan melepaskan kait bra hitamku.
Dia menarik keluar payudaraku dengan tetap membiarkan baju seragamku
menempel di badan. Kini benda bulat di dadaku itu sudah tanpa penutup
apapun, terlihat begitu mengkal dan menggiurkan. Putingnya yang mungil
kemerahan tampak begitu indah dan menggoda. Kak Taufik langsung
meremas-remasnya sambil menciumi leherku dengan ganas. Aku hanya bisa
meremas rambutnya dan mendesah dengan pelan karena takut ketahuan.
“Ahhh…
kak, geli! Sshhh…” rintihku saat lidahnya memutar di atas putingku. Dia
melumatnya dengan rakus, meninggalkan beberapa bekas cupang disana,
juga di leherku.
“Mphhhh… mpphhh…” aku mendesah kegelian, agak
sedikit lebih keras, namun kak Taufik segera menutup mulutku menggunakan
tangannya. Dia tidak ingin ada yang mendengar persetubuhan kami.
Dipilinnya
terus putingku menggunakan lidahnya secara bergantian. Kanan-kiri,
kanan-kiri, terus menerus, sebelum kak Taufik tiba tiba menyuruhku untuk
duduk di closet. Aku mengerti apa yang dia inginkan, dengan sigap
akupun membuka celana abu-abu yang ia kenakan dan mengeluarkan isinya
yang sudah menegang dahsyat. Walaupun sudah sering melihatnya, aku agak
kaget juga melihat ukurannya yang dari hari ke hari kurasa semakin besar
saja.
Dengan mesra, kuelus-elus batang tersebut perlahan. Ingin
aku melakukannya lebih lama saat tanpa kusangka tiba-tiba kak Taufik
menjambak rambutku dan memaksaku untuk memasukkan penis itu ke dalam
mulut. Aku memang kaget namun cepat bereaksi. Dengan sigap segera kubuka
mulutku dan membiarkan kemaluan kak Taufik meluncur masuk ke dalam.
“Mpphh…
mphhh…” aku melenguh merasakan penis tersebut memenuhi rongga mulutku.
Rupanya kak Taufik sedang buru-buru hari ini. Atau dia sudah begitu
terangsang melihat tubuhku?
Dia memegang kepalaku dan menyodomi
mulutku dengan penisnya. Aku hanya bisa diam saja dan mengikuti
kemauannya. “Hmmm… yeah, like it, honey. I will fuck your mouth!!” dia
melakukannya dengan brutal sampai kadang aku merasa sesak dan sulit
untuk sekedar bernapas.
Melihat mukaku sudah mulai memerah,
akhirnya kak Taufik mengeluarkan penisnya untuk membiarkanku bernafas
sebentar. Namun sekali lagi, secara tiba-tiba, sebelum aku sempat
menarik udara, dia sudah memasukannya lagi ke dalam mulutku, bahkan kali
ini sangat dalam dan keras hingga mentok sampai ke ujung
kerongkonganku. Kak Taufik menahan kepalaku agar penisnya tidak sampai
terlepas. Aku hanya bisa melenguh sambil mencoba untuk tetap bernafas.
“Hmmmpp… hmmmph…”
“Ahh… enak sekali, Putri!!” desahnya. Dia lalu melepaskan cekalan kepalaku.
Segera kumuntahkan penisnya dan akupun langsung terbatuk-batuk lega. “Uhuk-uhuk… kok kasar banget sih, kak?” tanyaku keheranan.
“Abisnya
kamu nafsuin banget sih hari ini,” jawab kak Taufik. Dia lalu jongkok
di depan pahaku dan melepaskan celana dalam yang aku pakai, namun hanya
sampai lutut, sedangkan rokku masih utuh di tempat semula.
Dengan
kaki terbuka lebar, akupun sedikit tersengat ketika bibir vaginaku
disentuh oleh jari-jari tangannya. Dibukanya lipatan bibir luar vaginaku
dan dimasukannya dua jari ke dalamnya. “Ahhhh… hhhh…” desahku pelan.
Aku
kira kak Taufik cuma akan mem’fingering’ vaginaku, tapi ternyata
kepalanya menunduk tak lama kemudian dan langsung masuk ke dalam rokku.
Kurasakan ada daging lunak menyentuh pangkal pahaku, lidahnya. Ohh, hal
ini akan lebih menyiksaku saat kurasakan kak Taufik membuka lagi lipatan
vaginaku dan mengeluarkan klitorisku dengan jari telunjuknya.
“Ahhhh…
kak! Ahhhh…” aku tersengat ketika kurasakan lidahnya mulai menjilati
klitorisku. Akupun semakin terangsang dan tanpa kusadari aku meremas
payudaraku sendiri dan menjepit kepala kak Taufik agar tidak terlepas
dari vaginaku.
“Mhhh… kak, terus, kak!!” akupun terus merintih
tanpa sadar. Dan ketika aku hampir orgasme, “Ahhh… kak! Aahhh… aku mau,
ahhhh…” tiba-tiba kak Taufik berhenti mengoralku. Akupun hanya bisa diam
dengan mata sayu.
“Kak, kok berhenti?” tanyaku penasaran.
“Yah gak papa kan? Ada yang salah?” tanyanya menggoda.
“Lanjutin lagi, kak. Aku udah gak tahan.” kataku.
“Gak tahan apa?” goda kak Taufik lagi.
“Gak tahan, vaginaku udah gatal.” sahutku.
“You must beg me!” katanya.
Akupun
berpikir, kenapa aku menjadi sangat rendah seperti ini? Tapi logika ini
sudah kalah oleh birahi yang melanda seluruh tubuhku. Akupun berdiri
dan berbisik padanya. “Fuck me, please! I can’t stand it anymore!!”
Kak
Taufik langsung memelukku, meremas punggungku, dan mengangkat satu
kakiku menuju pinggangnya. Dan perlahan, bless!! Masuklah seluruh
kejantanannya, menembus seluruh relung vaginaku, memenuhinya hingga ke
lubang yang terdalam.
“Ahhh…” rintihku saat dia mulai menggerakan
pinggulnya maju mundur, sementara tangannya menahan tubuhku agar tidak
terlempar kemana-mana.
“Ahhhh… yes! Fuck me! Fuck me!” aku menjadi semakin gila, dan tanpa sadar meracau seperti kesetanan.
Plok-plok-plok…
bunyi kedua kelamin kami yang sedang beradu dengan tempo tinggi.
Gesekan kemaluan kami terasa begitu nikmat. Aku menyukainya. Aku
ketagihan dengannya. Ingin kunikmati rasa itu lebih lama, namun
tiba-tiba aku mendengar suara kaki mendekat ke arah bilik WC. Kak Taufik
pun langsung menghentikan goyangannya, tapi tanpa mengubah posisi sama
sekali, penisnya tetap menancap telak di lorong vaginaku.
Klik…
bunyi suara pintu toilet dibuka, tepat disamping dimana kami
berada.Kudengar ada suara air mengalir. Kami menunggu dalam hening,
tetap tanpa suara. Namun tiba-tiba kak Taufik menghentakan pinggulnya
kembali, meski pelan, tapi tusukan penisnya tepat menyentuh mulut
rahimku. “Ahhhmmm… mpphh!!!” akupun mendesah, tapi dengan cepat kak
Taufik menutup mulutku dengan telapak tangannya. Aku hanya bisa melotot
menatapnya, meminta penjelasan. Namun dia hanya tersenyum dan terus
menggerakkan pinggulnya tanpa merasa berdosa. Aku tidak bisa
menghentikannya.
“Mmphhh!!!” aku melenguh tertahan dalam dekapan
tangannya. Dia terus menyetubuhiku lebih cepat tanpa memikirkan ada
orang disamping ruangan yang kami pakai untuk bercinta ini.
Klik!
Terdengar pintu ruangan samping terbuka lagi, dan bunyi air sudah tidak
terdengar lagi. Dengan cepat kak Taufik langsung membalik tubuhku
menghadap WC dan membuka bongkahan pantatku. Dengan brutal dia
memasukkan penisnya dari belakang ke dalam vaginaku.
Clepp, clepp,
suara kelamin kami yang saling beradu lagi. Rambutku dijambaknya ke
belakang dan tangan kirinya memegang pantatku dengan gemas. “Ahhh… kak!
Ahhh… pelan-pelan, kak.” pintaku dengan manja. Namun dia malah makin
cepat menggenjot tubuhku.
“Ahhh… kak! Ahh… ahhh!!” aku mendesah sekeras mungkin tanpa peduli ada orang lain yang mendengar.
Setelah
puas dengan gaya tersebut, kak Taufik pun duduk di closet dan
memangkuku diatas tubuhnya. Dinaikannya rokku hingga ke perut dan dia
mulai memasukan penisnya ke liang vaginaku.
“Ahhh!!” dengan sekali
usaha, seluruh batangnya masuk ke dalam lubang vaginaku. Seperti biasa,
mula-mula dengan lembut dia mulai menggerakkan pinggulnya ke atas
bawah. “Ahhh… yes! Like this, kak! Ahh… softly! Ahhh…” desahku pelan.
Namun belum sampai satu menit aku menikmatinya, dia sudah menaikkan
tempo dengan sangat cepat.
“Ahhh… kak, pelan-pelan, kak! Ahhh…”
mulutku memohon lembut, namun tubuhku sudah terangsang berat hingga
tanpa sadar aku malah menaik-turunkan badan dengan cepat.
“Ahhh… kak! You… ahh, like… ahhh, this?” ceracauku dengan keras.
“Yes, honey. Yes, do it faster!!” pinta kak Taufik sambil meremas-remas pantatku.
Kamipun
menggenjot dan menggerakkan tubuh semakin cepat. Ketika aku sudah
hampir orgasme, tiba-tiba terdengar lagi suara kaki mendekat. Kali ini
kudengar ada dua orang karena mereka seperti sedang membicarakan
sesuatu. Akupun langsung diam, tubuhku bagaikan dipaku di atas tubuh kak
Taufik. Namun lain aku, lain pula kak Taufik. Ia tetap menggerakkan
pinggulnya untuk mengguncang tubuhku. Tapi kali ini dia mengunci mulutku
dengan mulutnya.
“Mppphh! Mpphhh!” desahku tertahan oleh
ciumannya. Tangannya tidak tinggal diam, diremasnya pantatku dengan
tangan kirinya sementara tangan kanannya memilin putingku secara
bergantian.
“Mppphhh! Ahhhhh!!” kami terus saling adu kelamin dan
adu lidah tanpa mempedulikan sekitar, karena tidak lama kemudian
kudengar dua orang itu sudah melangkah menjauh dari kamar kecil. Kami
kembali bebas.
Kak Taufik langsung melepaskan ciumannya dan
kembali mencupang leherku yang jenjang. Diciuminya batang leherku sambil
digigit-gigitnya kecil sehingga meninggalkan bekas. “Ahh… kak. Iya,
kak, fuck me harder! Ahhh…” aku semakin menggila karena kurasakan
vaginaku mulai berkedut kencang.
“Ahhh… fuuucckk mee… ahhhh!!
Ahhhh!!” akupun orgasme tak lama kemudian. Cairanku menyembur deras
memenuhi lubang memekku. Namun kak Taufik tetap terus menggenjot
tubuhku. Dia tampak tidak peduli dengan lorong vaginaku yang semakin
basah dan membanjir. Aku yang kelelahan hanya bisa bersandar ke arah
tubuhnya, mengikuti segala pergerakannya sambil sesekali mendesah atas
sisa-sisa orgasme yang masih melanda.
Melihatku yang sudah lemas,
kak Taufik langsung melepaskan penisnya dan menyuruhku untuk jongkok di
depannya. Aku sudah mengerti maunya. Akupun jongkok dan mengelus batang
penisnya yang masih tampak tegak dan basah karena terkena cairan
kewanitaanku. Kupijit kepala penisnya sambil sesekali mengocok
batangnya.
“Yes, honey. You get it, ahhhh…” desah kak Taufik
keenakan saat penisnya kukocok dan kuciumi. Akupun mulai menjilatinya,
dari ujung kepala hingga ke pangkal buah zakarnya.
“Ahhh… yess, do
it now!!” desah kak Taufik. Akupun mulai memasukkan penis tersebut ke
mulutku dan menjilat seluruh batangnya. Kugerakkan benda itu keluar
masuk dengan cepat.
“Ahhh… baby, do it faster! Ahh… faster!” erang kak Taufik, hampir orgasme.
Dan
kulakukan teknik deepthroat yang pernah dikasih tahu temanku.
Kumasukkan seluruh batang penisnya sedalam mungkin. Akupun hampir
tersedak, namun kak Taufik menahan kepalaku. Saat itulah, kurasakan
penisnya makin membesar dan berkedut-kedut kencang.
“Mpphhh!
Mmphhh!” bunyi dengusanku yang tertahan penis. Dan selanjutnya,
“Ahhhhhhhh… swaloww it, ahhh… babe!!!” kak Taufik pun mengejang dan
orgasme. Ia menumpahkan seluruh isi penisnya ke dalam mulutku. Aku
merasa semakin sesak karena mulutku semakin penuh oleh penis dan
spermanya. Dengan terpaksa aku telan semua spermanya kalau tidak ingin
tersedak.
Tak lama kemudian, saat semua spermanya sudah menetes
keluar, kak Taufik pun melepaskan penisnya yang mulai mengkerut
mengecil. “Hahhh!!” suaranya terdengar lega seperti musafir yang
mendapat minum setelah melewati gurun pasir yang sangat panas.
“Rasanya asin, kak!” gerutuku.
“Hmm, asin ya? Tapi enak kan?” tanya kak Taufik.
“Iya sih, tapi lain kali jangan dipaksa gitu dong.” jawabku cemberut.
“Iya-iya, adekku sayang. Lain kali nggak kaya gini lagi kok.” balas kak Taufik sambil mencubit pipiku.
Kami
pun berpakaian kembali. Aku keluar lebih dahulu untuk melihat situasi,
setelah kurasa aman, aku bbm kak Taufik. “Kak, kondisi aman. Buruan
keluar.”
Kak Taufik keluar dengan wajah yang datar, seperti tidak
pernah terjadi apa-apa. Setelah keluar bioskop, kamipun menuju basement
dan mencari mobil jazz merah kepunyaan kak Taufik. Dalam perjalanan
pulang, kami mengobrol.
“Kak, kalo tadi kita ketauan gimana ya? Padahal tadi kan banyak orang yang masuk?” tanyaku.
“Kalo ketahuan yah paling dibawa ke security, terus kita diarak deh keliling mall, kan seru tuh. Haha!” balas kak Taufik.
Akupun mencubitnya karena agak jengkel dengan jawabannya. Dia mengantarkanku hingga depan halaman rumahku.
Setelah
berminggu-minggu berhubungan dengan kak Taufik tanpa kejelasan, akupun
mulai bosan dan merasa hanya dimanfaatkan saja. Tubuhku hanya diinginkan
ketika dia mau. Bahkan pernah ketika sehabis melakukan seks, dia
memfoto tubuh bugilku dan membagikan kepada teman-temannya. Aku merasa
jengkel dan ingin memberitahunya, namun ketika kuhubungi, dia tidak
membalasnya. Tapi ketika dia ingin melakukan seks denganku, dia terus
menghubungiku. Dan ketika aku berkata malas, dia mengancam akan menyebar
luaskan foto tersebut ke seluruh siswa di sekolah. Akupun hanya bisa
menurutinya karena tidak mau reputasiku hancur di sekolah. Aku masuk
kategori 10 cewek tercantik di sekolah dengan banyak prestasi. Jadi aku
terpaksa mengikuti kemauannya karena dia juga orang yang kusuka.
“Ken, nanti kakak tunggu di depan gerbang setelah selesai ekskul. Ada yang mau kakak omongin.” isi pesan kak Taufik.
Akupun
berpikir sejenak karena aku tahu pasti kak Taufik ada maunya kalo
menghubungiku, tapi aku juga ingin membicarakan tentang foto bugilku
yang disebar ke teman-temannya. Akupun membalas bbmnya, “Oke, kak. Aku
juga mau ngomong sesuatu sama kakak.”
Ekskul teater pun dibubarkan
karena latihan sudah selesai. Latihan hari ini cukup melelahkan juga
sampai sampai bajuku basah oleh keringat, sehingga bra hitamku terlihat
dari luar karena aku hanya memakai baju kaos putih polos yang ketat,
sedangkan untuk bawahan, aku tetap memakai rok abu-abuku yang pendek.
Aku pun langsung menuju pintu gerbang sekolah dan menghampiri kak Taufik
yang sudah menunggu disana.
“Aduh, Putri, kok pakaiannya begitu sih? Gak baik tau,” ucap kak Taufik sok perhatian.
“Gak papa kok, kak. Tadi abis latihan terus males ganti lagi.” jawabku.
“Oh, ya udah. Yuk masuk ke mobil kakak.” ajaknya.
Akupun
masuk ke dalam mobil Jazz merah tersebut dan tak tahu mau dibawa
kemana. Di dalam perjalanan, kami seperti orang yang tidak saling kenal.
Kami hanya diam dengan pikiran masing-masing karena aku masih jengkel
kepadanya. Aku hanya sibuk mengutak-atik handphoneku dan kak Taufik
fokus menyetir. Tak lama kemudian, mobil pun tiba di rumah kak Taufik
dan langsung dimasukkan ke garasi. Aku turun dan langsung disuruh masuk
ke rumahnya.
“Duduk disini dulu ya, anggap aja rumah sendiri.
Kakak mau ke kamar sebentar.” Kak Taufik pun pergi ke kamarnya dan aku
di ruang tamu.
Di meja terlihat ada sirup satu gelas. Mungkin
memang untukku karena akupun sangat haus sekali. Tanpa pikir panjang,
aku langsung menenggaknya. Tak lama kemudian, kak Taufik kembali ke
ruang tamu dengan masih menggunakan baju seragam. Kamipun mengobrol
sebentar. Tanpa kusadari, tubuhku semakin panas dan gerah. Aku rasa ada
yang salah dengan minuman tadi. Namun aku mengabaikannya karena aku
sudah tak sabar ingin menanyakan tentang foto bugilku. “Kak, aku boleh
minta tolong gak?” tanyaku.
“Apa?” sahut kak Taufik.
“Fotoku jangan kasih tau siapa-siapa dong, nanti aku dikiranya cewek murahan.” ucapku.
“Oh
itu… iya, kakak juga mau ngomong itu. Kalo kamu mau liat file aslinya,
ada di komputer kamar kakak. Kamu liat aja dulu fotonya, habis itu
terserah mau dihapus atau enggak. Kakak mau ke kamar mandi dulu.” jawab
kak Taufik sambil meninggalkanku.
Tubuhku rasanya semakin
menggila. Mungkin minuman tadi sudah dikasih obat perangsang, tapi aku
tidak peduli. Aku langsung masuk ke kamarnya dan mencari file fotoku di
komputer kak Taufik yang sudah menyala. Aku ingin menghapusnya dan
berharap tidak ada copy-annya lagi. Namun ketika sedang mencari foto
tersebut, tiba-tiba ada kedua tangan memegangi tanganku dari belakang.
Ketika aku menoleh untuk mengetahui tangan siapa itu, pemiliknya
langsung melumat bibirku.
“Mpphhh!!” desahku tertahan. Ternyata
itu kak Taufik. Akupun langsung membalas ciumannya karena aku juga sudah
sangat terangsang. Kami berciuman dengan sangat ganas dan panas. Namun
setelah beberapa saat, aku kemudian melepaskan ciumannya.
“Kak,
jangan sebar foto aku lagi ya. Aku mau kok ngapain aja asal rahasia kita
jangan ada yang tau.” aku berkata kepada kak Taufik.
“Iya, Putri
sayang. Kakak janji kok gak akan sebarin lagi.” balasnya singkat dan
langsung menciumku lagi. Dibaliknya tubuhku dan dipeluknya dengan erat
hingga kini kami saling berhadapan berpelukan dengan lidah yang saling
menghisap dan membelit. Bunyi kecap lidah kami sangat jelas terdengar.
Sambil tetap berciuman, kak Taufik menggendongku menuju ke ranjangnya.
Aku yang sudah terangsang hanya bisa pasrah saja. Ditidurkannya aku di
kasurnya yang luas tersebut. Diciuminya aku satu persatu, mulai dari
kuping hingga leherku.
Aku mulai mendesah pelan. “Ahhh… Kak!” Kak
Taufik terus menjelajahi tubuhku dengan mulutnya. Dibukanya kancing
seragamku satu persatu. Diciuminya dadaku yang masih terbungkus oleh bra
merah.
“Hmmm… kak, hmmm…” akupun terus mendesah. Lalu tangan ka
taufik meremas payudaraku. Dibukanya kaitan bra yang memang berada di
depan. Dan dia mulai kembali menciumi payudaraku lagi.
“Ahhhh…
kak, ahhh…” Diemutnya putingku bergantian kanan dan kiri, kadang juga
digigitnya kecil sampai meninggalkan bekas kemerahan. Aku yang sudah
tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, langsung saja membuka rok
abu-abuku beserta celana dalamku.
Melihat hal tersebut, kak Taufik
juga membuka seluruh pakaiannya dan memamerkan tubuh berototnya. Tanpa
pikir panjang, dia langsung mengarahkan penisnya ke mulutku. Aku pun
dengan sigap membuka bibir dan memasukkan benda itu ke dalam mulutku.
Kukulum penisnya dengan penuh nafsu. Kulakukan gerakan lembut dengan
lidahku sambil mataku menatap ke arah kak Taufik yang sedang merintih
keenakan. Kujilat ujung kemaluannya dengan lidahku sambil kadang
kugesekkan ke gigi-gigiku.
“Ahhh… yes, like this, honey! Ahh… holy
shit!!” desisnya saat lama-lama kulumanku menjadi semakin cepat. Kumaju
mundurkan kepalaku hingga dia merintih tak tahan. Kak Taifuk pun
memegangi kepalaku dan ikut memaju mundurkan pinggulnya.
“Ahhhh…
iya, terus! Bentar lagi kakak keluar!!” lenguhnya. Akupun semakin
semangat memblowjobnya, hingga tak lama kemudian kurasakan lahar panas
memenuhi mulutku.
“Ahhhh… yes, swallow it!!” kak Taufik tetap menahan kepalaku, mau tak mau akupun harus menelan sperma tersebut.
Aku
kira semua ini akan berakhir cepat karena kak Taufik sudah orgame,
namun ternyata dugaanku salah. Dia melepas kepalaku dan mengeluarkan
penisnya yang terlihat masih tetap tegang. Dengan kasar, dia pun
mengatur posisi untuk menyetubuhiku. Dibukanya kedua pahaku lebar-lebar
dan dia mengambil posisi tepat di tengah-tengah diantara kedua pahaku.
Dia siap untuk melakukan penetrasi. Dengan sekali percobaan, seluruh
batang kejantanannya langsung masuk ke dalam liang vaginaku. Ditusuknya
vaginaku dengan tempo pelan untuk menyesuaikan diri.
“Ahhh… kak,
ahhh… yes! Slowly!” akupun mulai mendesah pelan. Kedua tangannya meremas
kedua payudaraku dan mulutnya mencupang leherku.Tubuh kami semakin
menyatu dan tempo genjotan kak Taufik makin lama semakin cepat.
“Ahhh…
kak, ahh… ahh… ahhh…” desahku terputus-putus mengikuti irama tusukan
penisnya. Ketika sudah bosan dengan posisi ini, dia mengangkat kakiku
yang jenjang ke pundaknya. Tangannya tetap meremas kedua bongkahan
payudaraku.
“Putri, ahh… you’re ahhh… so ahhh… sexy ahhh…” pujinya
sambil terus memompa tubuhku dengan cepat. Aku yang disetubuhinya hanya
bisa merem melek keenakan sambil ikut mendesah.
Saat itulah, pas lagi enak-enaknya, tiba-tiba pintu kamar kak Taufik terbuka.
“Surprise!”
Ternyata
dua orang teman kak Taufik masuk dan salah satunya ada yang membawa
handycam. Akupun langsung berontak dan mencoba melepaskan diri.
“Apa-apan ini? Kak, lepaskan aku!!” teriakku. Namun kak Taufik malah
semakin cepat memompa tubuhku dan tangannya sudah memegang kedua
tanganku.
“Tenang aja, Putri. Kakak cuma mau buat kenang-kenangan kok sebelum kakak lulus.” bisiknya.
Akupun sontak kaget dan langsung melototkan mataku ke arah kak Taufik. ”Kakak gila!” umpatku.
“Sst… gak usah kaya gitu. Kakak tau kok kamu juga lagi horny kan?” tuduhnya.
Ya,
aku akui itu. Bahkan, bukannya berusaha kabur, aku malah pasrah dengan
apa yang akan terjadi. Dan yang lebih aneh lagi, tubuhku terasa semakin
horny, mungkin karena pengaruh minuman yang dikasih kak Taufik.
Melihat
keadaanku yang hanya pasrah di bawah tubuh kak Taufik, teman-temannya
yang memegang handycam mendekatiku dan segera merekam aksi
persetubuhanku dengan kak Taufik. “Gila, Fik. Seru juga nih ya. Ini kan
adek kelas yang diincar semua lelaki di sekolah kita? Kok lo bisa sih?”
ucap temannya yang memegang handycam.
Kak Taufik tidak
menjawabnya, dia terus fokus memompa tubuhku. Sementara teman yang
satunya sudah mulai melucuti pakaiannya sendiri. Terlihat badannya yang
kekar dan penisnya yang ukurannya hampir sama dengan punya kak Taufik
menegang sempurna. Tanpa pikir panjang, dia langsung menghampiriku dan
mengarahkan penisnya ke mulutku.
Mula-mula aku menolaknya. Aku
kunci mulutku agar penisnya tidak masuk. Namun kak Taufik mencubit
putingku sehingga dengan refleks akupun berteriak. “Auww!!!” Dengan
cepat penis tersebut didorong ke dalam mulutku. Dan saat sudah masuk,
kepalaku ditahan olehnya. Dia lalu memaju mundurkan pinggulnya sehingga
penisnya seperti menyetubuhi mulutku. Aku yang sudah pasrah terpaksa
harus menikmatinya. Kumainkan lidahku melingkari kepala penis tersebut
dan kadang kujilati lubang kencingnya.
“Ahh… you become little
slut now!” kata teman kak Taufik keenakan sambil matanya merem-melek
memandangiku. Sedangkan temannya yang sedang merekam adegan panas ini
juga sudah telanjang bulat dan mengocok penisnya sendiri.
Kak
Taufik dan temannya tiba-tiba mengentikan gerakannya. Lalu kak Taufik
melepaskan penisnya dan membantuku bangun. Sekarang dia pindah ke
belakang, sedangkan temannya yang penisnya tadi kukulum, pindah ke depan
dan mengambil posisi tiduran. Aku mengerti apa yang diinginkan oleh
mereka. Dengan perlahan, aku menaiki tubuh teman kak Taufik dan
memasukkan penisnya ke dalam vaginaku.
Blessss!!!
Masuklah
benda coklat panjang itu dengan sekali hentakan. Vaginaku rasanya begitu
nyeri dan penuh. Tanganku segera bertumpu pada dadanya yang bidang saat
aku mulai menggoyangkan tubuhku.
“Ahh… ahhhh… ahhh… ahhh…” aku
mendesah, semakin lama gerakanku menjadi semakin liar. Aku seperti coboy
yang lagi mengendarai kuda. Bedanya, yang ini kudanya adalah manusia
dan aku bertumpu pada penisnya. Teman kak Taufik memelukku sehingga kini
dada kami saling menyatu. Aku cium bibirnya dan dibalas dengan lidahnya
yang memasuki rongga mulutku.
Tiba-tiba kurasakan benda tumpul
menggesek lubang anusku. Aku berusaha menoleh ke belakang, namun
kepalaku tetap ditahan agar ciuman kami tidak terlepas. Kurasakan benda
itu mulai memasuki anusku secara perlahan. Sangat perih karena ini untuk
yang pertama kalinya. Setelah ciuman kami terlepas, barukah aku tahu
ternyata kak Taufik lah yang sedang berusaha memperawani lubang Anusku.
Belum sempat aku memohon agar dia tidak melanjutkan, kak Taufik dengan
sekali hentakan yang kencang menusukkan penisnya. Dia berhasil menerobos
lubang anusku!!!
“Ngghhhhhh…!!” akupun menjerit menahan sakit, mulutku membuka membentuk huruf O.
Namun belum selesai penderitaanku, tiba-tiba sebuah penis sudah memasuki lubang mulutku, memaksaku untuk diam. “Mhhhhmpph!!!”
Ternyata
teman kak Taufik yang memegang handycam yang melakukannya. Ia
mengarahkan handycam-nya tepat ke wajahku. Di-zoom nya wajahku yang
sedang kepayahan mengulum penisnya sambil merintih keenakan. Aku yang
sudah terbawa nafsu, menatap handycam tersebut dengan wajah yang sayu.
Oh tidak, inikah yang dinamakan gangbang? Sangat menyiksa namun begitu
nikmat.
Mereka bertiga terus melakukan aktifitasnya. Tangan mereka
pun bekerja semua. Ada yang meremas payudaraku, memukul pantatku dan
memegang kepalaku. Tiba-tiba penis yang ada di mulutku kurasakan semakin
membesar, mungkin akan mengeluarkan spermanya. Segera kulakukan
deepthroat agar penis tersebut segera menyemburkan isinya. Namun teman
kak Taufik menarik penis tersebut keluar. Diambilnya tanganku dan
disuruhnya aku untuk mengocoknya. Aku pun melakukannya menghadap ke
mukaku sambil kutoleh handycam dan mendesah, “Ohhh… yess, a little
harder, guys! Ahh… little harder!” aku merintih kesetanan.
“Ahh…
come on, faster! Ahh… kocok yang cepet! Aahhh…” pinta teman kak Taufik
yang hampir menjelang orgasme. Lalu… Crooot! Crooot! Crooot! keluarlah
semua isi penis tersebut, mengenai tepat di wajah serta rambutku. Aku
pun terus mengocoknya sampai penis tersebut mengkerut kecil. Lalu
kumasukkan lagi ke dalam mulutku untuk membersihkan sisa-sisa sperma
yang masih ada. Aku sudah sangat terbawa oleh nafsu dan tidak
menggunakan akal sehat lagi.
Setelah itu teman kak Taufik pun
mundur dan melanjutkan merekam persetubuhan dua pria dengan satu wanita.
Aku yang dihimpit dua pria serta dua penis yang menusuk lubang kemaluan
dan anusku, hanya bisa mendesah keenakan. Rasa perih, geli, dan nikmat
bercampur menjadi satu. Setelah cukup lama, tiba-tiba kurasakan vaginaku
berdenyut.
“Ahhh… come on ahh… aku udah gak kuat lagi, kak!” aku
meracau seperti kesetanan. “Ahhhh… kak, I’m cuming! I’m cuming! Ahh…
yess ahh… fuck! Ahhhh…” akupun orgasme untuk pertama kalinya. Tubuhku
langsung lemas dan mereka juga berhenti menggoyangkan pinggulnya.
Tapi
belum sempat aku beristirahat, tiba-tiba teman kak Taufik mengambil
posisi di belakangku dan kak Taufik pindah ke depan. Teman kak Taufik
mengambil posisi duduk dan menarik tubuhku untuk dipangkunya. Penisnya
yang besar mencoba menerobos anusku lagi. Mungkin karena sudah
diperawani oleh kak Taufik jadi tidak terasa terlalu perih.
“Nggghhhh!!”
kami berdua melenguh saat penis dan anus kami menyatu. Dia langsung
menidurkan dirinya dan diriku sehingga aku sekarang telentang di atas
tubuhnya, dengan penisnya ada di dalam anusku.
Kak Taufik membuka
lebar pahaku dan memasukan penisnya ke dalam vaginaku. Dengan sekali
hentakan, ambles lah seluruh batang kemaluannya ke dalam vaginaku. Oh,
God! Aku akan di gangbang lagi. Kedua pria tersebut menggerakan
pinggulnya masing-masing. Aku hanya bisa mendesah dengan muka pasrah dan
penuh sperma. Aku tatap kamera sambil menggigit bibir bawahku agar
terlihat lebih menggoda.
“Ahhh… yes, ahh… fuck me harder!” aku
meracau tidak jelas karena kedua penis tersebut terus menggali kedua
lubangku. Tiba-tiba kak Taufik semakin mempercepat kocokannya dan kurasa
dia akan segera keluar.
“Ahhh… ahhh… kakak mau keluar!” Dia terus memompa tubuhnya semakin cepat.
Akupun
juga merasa akan orgasme. Kurasakan penis kak Taufik semakin membengkak
dan dinding-dinding vaginaku juga mulai berdenyut kencang.
“Aaahhhhhhhhhh… ahh… ahhhhhh!!” desahku panjang tanda orgasme. Kak
Taufik juga keluar dan menumpahkan spermanya ke liang vaginaku. Temannya
yang sedang memompa anusku pun berhenti untuk membiarkan aku untuk
merasakan detik-detik orgasme yang aku alami.
Cairan kental keluar
dari liang vaginaku. Air mani kak Taufik dan cairan orgasmeku meleleh
bersatu keluar bagaikan sungai karena begitu banyaknya. Kak Taufik yang
sudah orgasme melepaskan penisnya dan mendekatkan kembali ke wajahku.
Aku langsung saja memegang batang yang sudah loyo itu dan memasukkannya
ke dalam mulutku untuk membersihkan sisa-sisa spermanya yang masih ada.
Setelah
sedikit istirahat, teman kak Taufik yang penisnya masih berada di
anusku mulai menggerakkan pinggulnya kembali. Namun aku sudah sangat
lelah hingga aku memohon untuk berhenti. “Kak, aku sudah capek. Nanti
lagi ya?” pintaku dengan suara lirih.
“Tanggung, kakak juga udah mau keluar nih. Lanjutin aja dulu bentar. Sekarang kamu ganti posisi ya,” sahutnya.
Aku
yang sudah sangat lelah langsung berinisiatif berdiri dan membalikkan
tubuhku menghadap dirinya. Dia tetap tiduran. Aku mulai menurunkan
pinggulku menuju penisnya. “Nghhhhhhh!!!” Dengan mudah penisnya masuk ke
lubang vaginaku. Akupun langsung menaik-turunkan tubuhku dengan cepat
agar dia cepat orgasme dan mengakhiri ini semua.
“Ahhh… yes, ahhh…
yess!” erangku yang sudah kesetanan. Kedua tanganku meremas kedua
payudaraku sendiri untuk menambahkan nikmat yang tiada tara ini.
“Iya, ahh… begitu, ahh… Putri, ahhh… terus, ahhhh…” dia memerintahku untuk terus memompa diriku sendiri.
“Ahhh…
kak, ahhh… do you like it, baby?” aku menggodanya tanpa menurunkan
tempo. Tubuhku terus bergoyang naik turun menikmati persetubuhan yang
sangat melelahkan ini. Vaginaku mulai berdenyut lagi. Kurasa aku hampir
orgasme untuk yang kedua kalinya.
“Ngghhhh… kak, aku ahhh… mau keluar!” jeritku.
“Iya, terus goyangin badan kamu!”
“Aku keluarrrr… agghhhhhhh!!!”
“Kakak juga, ahhhhhhhhh…”
Kamipun
orgasme secara bersamaan. Dia melepaskan seluruh spermanya ke dalam
vaginaku sehingga ketika aku berdiri untuk melepaskan penisnya,
spermanya yang bercampur dengan cairan vaginaku menetes melalui pangkal
pahaku.
Setelah kurang lebih tiga jam aku disetubuhi, akupun mandi
di rumah kak Taufik untuk menghilangkan bau sperma dan keringat kakak
kelas yang ada di tubuhku. Setelah selesai mandi, aku pun meminta kak
Taufik untuk memenuhi janjinya untuk tidak menyebarkan video tersebut.
Ya, untuk terakhir kalinya aku melakukan hal ini dengan kak Taufik
karena ia sudah lulus dan melanjutkan kuliah di luar negeri, sedangkan
aku masih harus dua tahun lagi untuk meluluskan sekolah SMA-ku ini.
Komentar
Posting Komentar